Bahas pengaruh bahasa asing pada kosakata Indonesia dan pentingnya menjaga kekhasan bahasa kita di tengah arus global.
Pengaruh bahasa asing terhadap Bahasa Indonesia bukanlah fenomena baru, melainkan proses historis yang telah berlangsung sejak berabad-abad lalu. Dari Sanskerta di masa kerajaan kuno hingga Belanda di era kolonial, Bahasa Indonesia selalu bersifat adaptif dan terbuka. Namun, di era digital dan globalisasi yang masif ini, laju penyerapan istilah dan perubahan pola komunikasi meningkat secara eksponensial. Memahami dinamika ini penting bagi setiap penutur Bahasa Indonesia, terutama bagi mereka yang berkecimpung di dunia literasi, media, dan pendidikan. Dampak ini bukan hanya tentang penambahan kosa kata baru, tetapi juga mencakup perubahan struktural dalam tata bahasa (sintaksis) dan tantangan serius terhadap pelestarian identitas kebahasaan kita. Artikel *evergreen* ini akan mengupas tuntas tiga pilar utama dampak serapan bahasa asing pada Bahasa Indonesia modern.
Pilar 1: Serapan Kosakata dan Istilah
Proses serapan kosakata adalah mekanisme alami evolusi bahasa. Bahasa Indonesia menerima ribuan kata dari bahasa asing karena kebutuhan praktis. Ketika sebuah konsep baru muncul dalam ilmu pengetahuan atau teknologi, seringkali lebih mudah mengadopsi istilah aslinya daripada menciptakan padanan baru yang mungkin tidak langsung dipahami secara universal. Proses ini mempercepat komunikasi dan integrasi kita dengan komunitas global. Namun, mekanisme penyerapan ini harus diatur, yaitu melalui dua jalur utama: adopsi langsung (*absorpsi*) dan penyesuaian ejaan (*adaptasi*). Pilihan jalur penyerapan ini sangat menentukan bagaimana kata tersebut akan diucapkan dan ditulis oleh masyarakat Indonesia.
Mengisi Kekosongan Konsep Baru
Kekosongan leksikal adalah alasan utama penyerapan terjadi. Misalnya, sebelum istilah **"e-commerce"** dan **"podcast"** masuk, Bahasa Indonesia tidak memiliki kata tunggal yang dapat mendeskripsikan fenomena tersebut secara ringkas dan akurat. Mengadopsi istilah ini memungkinkan komunikasi yang efisien di sektor bisnis dan teknologi. Penyerapan ini adalah cerminan dari kemajuan peradaban global yang harus kita ikuti. Tanpa istilah-istilah ini, sektor-sektor kritis di Indonesia, seperti IT dan finansial, akan kesulitan berkomunikasi dengan mitra internasional mereka. Hal ini menunjukkan bahwa serapan bukan hanya pilihan, tetapi seringkali merupakan kebutuhan mendesak.
Adaptasi Ejaan Sangatlah Penting
Adaptasi ejaan adalah langkah kritis yang dilakukan oleh Badan Bahasa untuk menyesuaikan kata serapan dengan fonologi dan morfologi Bahasa Indonesia. Contoh klasik adalah kata **"effective"** yang diserap menjadi **"efektif"**. Proses ini memastikan bahwa meskipun kata itu baru, ia tetap terasa 'Indonesia' dan mengikuti kaidah penulisan yang baku. Tanpa adaptasi yang disiplin, keragaman ejaan dari kata yang sama bisa menyebabkan kekacauan dalam literasi dan komunikasi tertulis di media massa.
Pilihan Adopsi Langsung Mulus
Untuk beberapa istilah yang sudah sangat populer secara global dan sulit diubah, jalur adopsi langsung (absorpsi) digunakan. Contohnya termasuk nama-nama penyakit, unit pengukuran ilmiah, atau istilah seni rupa. Meskipun kata ini dipertahankan bentuk aslinya, penggunaannya tetap harus mengikuti kaidah sintaksis Bahasa Indonesia. Adopsi ini menunjukkan pragmatisme dalam kebahasaan, di mana kemudahan penggunaan dan pengenalan global diutamakan daripada penciptaan padanan yang rumit. Kebijakan ini membantu menjaga agar Bahasa Indonesia tetap relevan di forum-forum internasional.
Bahasa Inggris Serapan Terbesar
Sejak akhir abad ke-20 hingga saat ini, Bahasa Inggris telah menggantikan Belanda sebagai sumber serapan utama. Dominasi Amerika Serikat dan Inggris dalam bidang teknologi, budaya populer, dan ekonomi global menjadikan Bahasa Inggris sebagai *lingua franca* modern. Hampir setiap hari, istilah baru dari dunia digital dan hiburan memasuki ruang percakapan kita. Kata-kata seperti **"flexing"**, **"trigger warning"**, atau **"healing"** telah diinternalisasi oleh generasi muda dan mulai masuk ke dalam ranah komunikasi formal. Fenomena ini membuat generasi penutur lama terkadang mengalami kesulitan untuk mengikuti perkembangan leksikal yang begitu cepat, menciptakan jurang komunikasi antargenerasi.
Slang Digital Menyebar Cepat
Media sosial dan platform digital adalah motor utama penyebaran slang dan istilah baru dari Bahasa Inggris. Istilah-istilah ini seringkali tidak melalui proses pembakuan yang ketat dan langsung digunakan secara liar. Kecepatan penyebaran ini menantang upaya standardisasi bahasa. Slang digital ini berfungsi sebagai penanda identitas kelompok atau komunitas tertentu, menunjukkan bahwa bahasa tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai alat sosial untuk pengakuan diri. Penggunaan kata-kata ini cenderung lebih ekspresif dan hemat kata, sesuai dengan tuntutan komunikasi online yang serba cepat.
Peran Lembaga Pengembang Kata
Di tengah derasnya arus serapan, peran lembaga seperti Badan Bahasa dan Balai Pustaka menjadi sangat vital. Lembaga-lembaga ini bertugas membakukan istilah-istilah baru dan mencari padanan Bahasa Indonesia yang tepat sebelum serapan asing menjadi terlalu mendarah daging. Upaya ini melibatkan pembentukan komisi istilah yang bekerja keras untuk menerjemahkan dan menyerap ribuan konsep asing setiap tahun. Kerja keras ini bertujuan untuk memastikan Bahasa Indonesia tetap kaya, namun tetap memiliki kerangka baku yang kuat untuk menopang pendidikan dan administrasi negara.
Pilar 2: Pengaruh Tata Bahasa Sintaksis
Dampak serapan asing tidak berhenti pada kosakata; ia merambah ke inti struktur bahasa, yaitu sintaksis (tata kalimat). Bahasa Indonesia secara tradisional menganut pola subjek-predikat-objek (S-P-O) yang relatif lugas dan menekankan subjek. Namun, pengaruh intensif dari pola kalimat Bahasa Inggris (yang juga S-V-O tetapi dengan nuansa yang berbeda) dan pola kalimat dari terjemahan sering menyebabkan pergeseran yang tidak disadari dalam struktur kalimat harian penutur. Perubahan ini menciptakan ambiguitas atau ketidaknyamanan dalam kalimat baku. Para penulis dan jurnalis perlu sangat waspada terhadap kecenderungan ini agar tulisan mereka tetap otentik Indonesia.
Struktur Kalimat Mulai Berubah
Salah satu perubahan signifikan adalah penggunaan kalimat pasif yang berlebihan, terutama yang ditranslasikan langsung dari Bahasa Inggris. Dalam Bahasa Inggris, kalimat pasif (*The decision was made by the board*) sering digunakan. Ketika ini diterjemahkan secara kaku menjadi (*Keputusan dibuat oleh dewan*), hal itu dapat mengaburkan subjek utama. Dalam Bahasa Indonesia, kalimat aktif (*Dewan membuat keputusan*) seringkali lebih alami dan bertenaga. Kecenderungan untuk menggunakan pola terjemahan harfiah ini merusak nuansa dan gaya Bahasa Indonesia yang lebih memilih konstruksi aktif dan eksplisit. Ini adalah tanda bahwa penutur semakin dipengaruhi oleh bahasa yang mereka konsumsi, yaitu konten berbahasa Inggris.
Penggunaan Preposisi yang Berbeda
Pengaruh asing juga terlihat pada cara kita menggunakan preposisi. Misalnya, penggunaan preposisi **"di"** atau **"pada"** sering kali disamakan dengan preposisi **"on"** atau **"at"** dalam Bahasa Inggris, padahal dalam konteks tertentu, Bahasa Indonesia memiliki aturan yang lebih spesifik. Kesalahan kecil dalam preposisi ini, meskipun terdengar sepele, dapat mengubah makna secara fundamental dalam konteks formal dan hukum. Kesalahan ini semakin umum karena media sosial seringkali menyingkat atau mengabaikan kaidah preposisi demi kecepatan dan keringkasan komunikasi.
Kalimat Majemuk yang Lebih Rumit
Di bawah pengaruh terjemahan, kalimat majemuk yang panjang dan bertumpuk (yang lazim dalam tradisi keilmuan tertentu) menjadi lebih sering digunakan. Kalimat seperti itu seringkali memiliki lebih dari satu anak kalimat yang saling terkait dengan kata sambung yang kompleks. Meskipun secara gramatikal benar, kalimat tersebut menjadi sulit dicerna oleh pembaca rata-rata Bahasa Indonesia. Tradisi penulisan Bahasa Indonesia yang baik umumnya menyarankan kalimat yang lebih pendek, padat, dan efisien untuk memaksimalkan pemahaman pembaca. Penulis profesional harus meninjau ulang kalimat majemuk mereka agar tidak kehilangan pembaca di tengah jalan.
Pilihan Kata Bahasa Bergeser
Serapan tidak hanya menambah kosakata baru, tetapi juga mendorong pergeseran makna atau preferensi terhadap kata tertentu. Seringkali, kata serapan yang dianggap "keren" atau "profesional" menggantikan padanan Bahasa Indonesia yang sudah ada dan sempurna. Contoh paling umum adalah penggunaan kata **"prioritas"** (serapan dari Belanda/Inggris) yang sering lebih dipilih daripada **"keutamaan"** atau **"yang diutamakan"**. Pergeseran ini, yang dikenal sebagai 'snobisme kebahasaan', terjadi ketika penutur menganggap kata asing memiliki nilai sosial atau intelektual yang lebih tinggi daripada kata asli.
Snobisme Kebahasaan yang Terjadi
Fenomena snobisme ini terlihat jelas di kalangan profesional muda yang menyisipkan istilah Bahasa Inggris seperti **"meeting"**, **"budget"**, atau **"deal"** dalam percakapan sehari-hari mereka, padahal padanan Bahasa Indonesianya (rapat, anggaran, kesepakatan) sudah sangat mapan. Kecenderungan ini bukan hanya masalah pilihan kata, tetapi mencerminkan sikap mental bahwa segala sesuatu yang berbau asing dianggap lebih unggul. Jika dibiarkan, snobisme ini perlahan dapat melemahkan kekayaan dan martabat Bahasa Indonesia itu sendiri.
Bahasa Pengantar Anak Muda
Di lingkungan anak muda dan media sosial, pergeseran pilihan kata ini sangat dinamis. Bahasa Indonesia yang digunakan seringkali merupakan campuran kode (campur kode) antara Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan bahasa daerah. Meskipun ini menciptakan komunikasi yang kaya dan unik di kalangan mereka, tantangannya adalah menjembatani komunikasi ini dengan generasi yang lebih tua atau dengan konteks formal. Pendidikan bahasa di sekolah harus mampu membedakan dengan jelas kapan ragam ini boleh digunakan dan kapan harus menggunakan Bahasa Indonesia baku.
Pilar 3: Tantangan Pelestarian Bahasa Ibu
Pilar ketiga adalah tentang bagaimana kita menyikapi dan mengelola dampak serapan ini agar tidak mengorbankan identitas kebahasaan nasional. Tugas kita bukan menolak globalisasi, melainkan memastikan Bahasa Indonesia tetap menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Pelestarian tidak berarti menolak semua yang asing, melainkan memprioritaskan penggunaan bahasa nasional dalam konteks yang tepat dan sesuai. Tanggung jawab ini terletak di pundak semua pihak: pemerintah, media, pendidik, dan setiap penutur Bahasa Indonesia.
Penggunaan Berlebihan Tidak Ideal
Risiko terbesar dari serapan asing yang tidak terkontrol adalah hilangnya kemampuan penutur untuk mengungkapkan pemikiran kompleks dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Ketika terlalu banyak istilah asing yang disisipkan, komunikasi menjadi tidak efektif untuk audiens yang lebih luas. Penggunaan berlebihan ini seringkali menandakan kemalasan intelektual untuk mencari padanan kata yang sudah dibakukan. Dalam konteks jurnalisme dan penulisan buku, hal ini dapat menciptakan hambatan bagi aksesibilitas informasi kepada semua lapisan masyarakat, bertentangan dengan semangat literasi nasional.
Kesenjangan Komunikasi Audiens
Media yang secara eksklusif menggunakan bahasa campur kode yang sarat istilah asing seringkali hanya menjangkau audiens urban tertentu. Hal ini menciptakan kesenjangan komunikasi yang memperburuk disparitas informasi antara masyarakat perkotaan dan pedesaan, atau antara generasi muda dan generasi tua. Media dituntut memiliki kepekaan sosial untuk memilih ragam bahasa yang paling efektif dan inklusif. Penulis harus selalu bertanya: apakah kata ini benar-benar memperjelas makna, atau hanya sekadar pamer istilah?
Pencarian Padanan Istilah Tepat
Pemerintah dan akademisi terus berupaya menciptakan dan mempopulerkan padanan istilah baru. Contoh sukses adalah kata **"unduh"** yang menggantikan *download* dan **"daring"** yang menggantikan *online*. Kampanye penggunaan istilah baku perlu digalakkan secara masif dan berkelanjutan, bukan hanya sebagai imbauan, tetapi sebagai standar operasional di semua sektor publik dan pendidikan. Keberhasilan pelestarian sangat bergantung pada kemauan kolektif untuk menggunakan istilah baku yang sudah disepakati.
Utamakan Keseimbangan dan Kualitas
Solusi yang paling bijak adalah mencapai keseimbangan. Kita harus terbuka terhadap kata asing yang memperkaya ekspresi (seperti kata yang tidak ada padanannya), tetapi harus kritis terhadap kata asing yang menggantikan kata asli hanya karena tren atau snobisme. Keseimbangan ini menuntut kesadaran kebahasaan yang tinggi dari setiap individu. Kualitas berbahasa Indonesia harus menjadi prioritas, yang mencakup kejelasan, ketepatan, dan keindahan bahasa, terlepas dari sumber kata yang digunakan. Ini adalah kunci agar Bahasa Indonesia tetap relevan dan berwibawa di tengah gempuran globalisasi.
Peran Pendidik Sangat Fundamental
Pendidikan formal memainkan peran fundamental dalam menanamkan kesadaran berbahasa yang benar. Guru harus mengajarkan siswa untuk menghargai Bahasa Indonesia baku tanpa meremehkan ragam non-baku atau bahasa daerah. Mereka harus mengajarkan analisis kritis terhadap terjemahan dan pengaruh media asing. Pembelajaran Bahasa Indonesia tidak boleh menjadi sekadar tata bahasa, tetapi harus menjadi bagian dari pembentukan karakter dan identitas nasional yang bangga menggunakan bahasanya sendiri sebagai alat berpikir dan berekspresi.
Jadikan Bahasa Nasional Kebanggaan
Pada akhirnya, Bahasa Indonesia harus menjadi kebanggaan. Hal ini dapat dicapai melalui promosi karya-karya sastra dan ilmiah yang menggunakan Bahasa Indonesia yang kaya dan indah. Ketika penutur merasa bangga dan mampu mengekspresikan pemikiran paling kompleks mereka dalam Bahasa Indonesia, maka ancaman dari serapan asing tidak akan lagi menjadi masalah, melainkan menjadi peluang untuk memperkuat bahasa kita. Mari kita gunakan Bahasa Indonesia dengan bangga, benar, dan kontekstual.
Sumber Informasi dan Referensi
Artikel ini merujuk pada prinsip-prinsip linguistik dan kebijakan kebahasaan di Indonesia, yang diambil dari:
- Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan Panduan Istilah Baku dari Badan Bahasa.
- Jurnal Linguistik mengenai sosiolinguistik, kontak bahasa, dan fenomena *code-mixing*.
- Laporan Pusat Bahasa tentang Pembakuan dan Perkembangan Kosakata di Indonesia.
- Artikel mengenai kebijakan bahasa dan tantangan globalisasi media dan teknologi.
Credit :
Penulis : Brylian Wahana




Komentar